Tujuh puluh
tahun lamanya negeri ini telah merdeka. Sekarang kita bisa saksikan
bendera merah putih dapat berkibar dengan gagah di langit biru. Tak ada gemuruh
suara tembak-menembak yang kita dengar tiap hari. Tak ada suara meriam atau
bunyi bom-bom yang meledak menakutkan diri. Setiap hari justru kita disambut
dengan siaran televisi. Disambut dengan berbagai berita pagi, yang ditemani dengan suguhan segelas kopi dan roti. Enak memang,
namun ternyata saat kita menyadari tentang apa yang diberitakan di televisi.
Niscaya kita sering kali harus bersedih hati. Sedih dan gundah, kenapa
negeri kita jadi seperti ini?
Kita semua
mungkin sudah menyadari, memang ada yang tidak beres di negeri ini. Banyak
hal-hal yang bikin kita muak sendiri. Korupsi yang masih saja mempromosikan
aktor-aktor baru. Seolah tak ada habisnya tikus-tikus tak tahu malu itu
menguras kekayaan negeri ini. Kita pun bisa melihat para petinggi negeri ini
sedang petak umpet dalam pemerintahan. Saling sembunyi dari berbagai kekisruhan
yang ada. Belum lagi para pejabat yang berdebat penuh semangat, meributkkan
etika dan kehormatan. Namun seperti debat dengan penuh drama dan kepalsuan.
Hingga kita pun jadi penonton yang kebingungan, sambil pengen lempar sandal di
muka-muka yang penuh kedustaan itu. Ada pula yang lagi marak tentang
gemerlapnya dunia prostitusi. Kita semua disuguhkan betapa murahnya harga diri
untuk dibeli dengan materi. Entah itu fakta atau sebuah fiksi dunia televisi,
namun kita jadi menyadari betapa bobroknya moral yang sedang menggerogoti
budaya negeri ini.
Rasanya kok
negeri kita semakin amburadul saja. Apa-apa seolah jadi susah, ah cari kerja
susah, ah usaha susah, ah kita jadi banyak ah. Kesenjangan ada dimana-mana.
Disaat banyak pengemis menyodorkan kaleng meminta-minta, disisi lain banyak
pejabat laknat yang menyelipkan proposal rekayasa atau bohong belaka hanya
untuk membuncitkan perutnya dengan limpahan rupiah. Kriminalitas terjadi begitu
maraknya, begal dan rampok seolah mendapat penghargaan tentang keeksisannya.
Dunia pendidikan yang tebongkar banyak kebusukan tentang para penjual dan
pembeli ijazah. Dengan mudahnya banyak orang memakai toga wisuda, tanpa
mengerti satu tambah satu sama dengan dua. Kita tentu sangat berharap,
"Semoga negeri ini segera siuman dari
tidur panjangnya."
Kita semua yang peduli dengan negeri
ini pastilah menginginkan adanya perubahan yang segera terjadi. Dimulai dari
pemilu tahun lalu yang sebenarnya sangat kita harapkan untuk bisa menjadi batu
loncatan untuk perbaikan negeri. Kita begitu antusias untuk memilih para
pemimpin negeri. Namun faktanya, memang perubahan itu tak bisa terjadi seketika
dengan cepatnya. Kita menyadari bahwa perubahan tidak bisa dipasrahkan kepada
para pemimpin semata. Semua itu tidak bisa dibebankan kepada mereka yang duduk
di bangku pemerintahan sana. Apalagi sekarang saat kita melihat drama politik
yang seolah semakin meudarkan rasa percaya kepada mereka. Hingga kadang rasa
pesimis kepada para pemimpin itu muncul di benak kita. Namun kita harus
meyakini, diantara mereka juga masih banyak orang baik yang sangat peduli
dengan negeri ini.
Sekarang, tentu kita sudah capek
dengan namanya berdemonstrasi meminta perubahan. Berteriak kesana-kemari seolah
tak pernah dapatkan jawaban. Suara jeritan hati masyaralat yang ingin negerinya
segera pulih dari segala kekacauan. Namun apalah daya bagi kita, apa yang kita
tuntut dari para pemimpin seolah tak punya power untuk dilaksanakan. Mungkin lebih
tepatnya kita tidak sedang menuntut mereka, namun kita berharap kepada mereka.
Karena kita memang rakyat biasa, walau yang sebenarnya justru adalah penguasa
negeri demokrasi ini. Sehingga kita perlu memahami, untuk bisa menjadikan
negeri ini berubah. Kita tak perlu banyak menunggu para pemimpin negeri ini
berubah, mungkinlah jalan yang paling mudah yang bisa kita lakukan adalah
dengan mulai mengubah diri sendiri. Kita mulai dari diri kita sendiri. Walau
kita hanya seorang individu, namun sebenarnya negeri ini adalah kumpulan dari
para individu. Individu yang telah membentuk populasi lebih dari dua ratus lima
puluh juta jiwa, dengan nama Indonesia.
Jika kita tak ingin melihat korupsi
di negeri ini terus berkembang, kita bisa budayakan anti korupsi dari kehidupan
diri kita masing-masing. Tak ada suap-menyuap dalam tindakan sehari-hari kita,
tak mengambil hak orang lain yang bukan hak kita. Karena sebenarnya sebagian
dari kita masih saja mentolelir tindakan korupsi yang kecil. Walaupun hanya
mengambil selembar uang ribuan, itu juga bagian dari korupsi yang dibiarkan
terpelihara di negeri ini.
“Jika kita
berteriak ingin negeri ini segera berubah, kenapa kita masih saja bangun kesiangan?”
Kita mungkin terlalu menuntut orang
lain untuk serba cepat, namun justru kita sendiri yang pemalas. Lalu bagaimana
kalau jutaan orang Indonesia juga malas seperti kita. Tentu negeri ini sulit
berubah dan semakin ditinggal oleh negeri tetangga.
“Jika kita
ingin para pemimpin bekerja keras, kenapa kita justru sering mengeluh terhadap
pekerjaan kita sendiri?”
Siswa-siswa SMA yang malas
mendengarkan gurunya. Para mahasiswa yang sering mengeluh karena banyaknya
tugas. Para guru dan dosen yang ala kadarnya mengajar putra didiknya. Para
pekerja yang setengah-setengah dalam bekerja ketika tak ada bosnya. Hingga
akhirnya apakah kita pantas berteriak kepada para pejabat,
“Kerja yang bener dong, jangan minta
naik gaji doang!!!”
Ya kita semua sudah muak dengan para
pejabat yang dikit-dikit minta kenaikkan gaji. Padahal di berbagai penjuru
negeri ini, masih banyak sekali rakyat yang kesulitan untuk makan setiap hari.
Kita masih saja meributkan banyaknya gaji yang kita peroleh, padahal ada
puluhan ribu guru di negeri ini yang hanya di bayar sukarela.
Bagi negeri ini kita memang hanya
seseorang, mungkin hanya dikenal di lingkungan masing-masing. Tetapi tak ada
salahnya jika kita berbuat baik untuk negeri ini dimulai dari kita sendiri.
Kita mungkin tak bisa sumbangkan uang miliyaran untuk pembangunan. Namun
sedikit saja kita lakukan yang terbaik dalam pekerjaan dan status kita, niscaya
kita tak memberi kerugian pada negeri ini. Kita telah memberikan sumbangan
kecil kebaikkan untuk negeri ini, walau hanya 0,00000000001 % saja. Jika itu
dilakukan oleh banyak orang, niscaya terkumpul puluhan persen untuk kebaikkan
negeri ini. Mungkin kita tak bisa mengajak semua orang untuk berbuat baik
kepada negeri ini, namun setidaknya saat kita sudah melakukan hal baik dalam
pekerjaan atau apapun status kita. Kita telah memastikan masih ada orang yang
peduli terhadap negeri ini, yaitu kita sendiri. Maka pertanyaannya,
“Apa yang akan
segera kau rubah dari dirimu, untuk perubahan negeri ini?”
sumber : http://www.hipwee.com/opini/jika-kau-ingin-negeri-ini-segera-berubah-mulailah-dengan-mengubah-diri-sendiri/
No comments:
Post a Comment